Minggu, 11 September 2016

Alessandro Del Piero 'Penari yang buruk'

Tariannya di atas lapangan memang tidak seindah Diego Maradona, Ronaldinho, atau eks rekan setimnya, Zinedine Zidane. Tapi selama 19 tahun, ia memikat pendukung Juventus untuk terus menari bersamanya. 

Ada suatu masa ketika pesepakbola dapat dikatakan lebih mahir menari daripada para penari ulung.  Entah itu penari balet, penari tango, atau ice skater sekali pun. Jika musuh utama para penari tengo adalah milonga (tempat di mana tarian tango sering dilakukan) yang sempit, musuh menakutkan para penari balet adalah penghayatan peran yang sering menyulitkan, dan musuh besar para ice skater adalah arena yang licin. Maka pesepakbola mempunyai varian musuh yang lebih mengerikan saat mereka menari di atas lapangan, seperti seolah mereka akan jatuh dari atas Burj Khalifa jika tidak mampu menari dengan benar.

Lihatlah bagaimana cara Diego Maradona menari-menari lincah layaknya seorang maestro balet dengan latar tekel-tekel pemain Inggris dan teriakkan perang dari para hooligan pada babak perempat-final Piala Dunia 1986 lalu. Hanya dengan menggunakan kaki kiri, Maradona membuat banyak orang bertanya-tanya di dalam hati mereka: "Bagaimana dia bisa melakukan hal ajaib seperti itu?" Ketika lawan-lawannya mulai panas untuk kemudian melakukan tekel-tekel brutal, Ronaldinho justru semakin sering menjadi-jadi dalam memamerkan tariannya yang seperti ginga (ekspresi riang khas Brasil) itu. Bahkan dia tak jarang melakukannya di Santiango Bernabeu, markas Real Madrid, yang merupakan ladang ranjau bagi para pemain Barcelona. Tarian Ronaldinho juga sering memperlihatkan bahwa dirinya adalah seorang ahli dalam permainan Minesweeper, game fenomenal di komputer Windows karya Curt Johnson.

Selain Maradona dan Ronaldinho, masih ada Ronaldo (Brasil), Zinedine Zidane, Juan Roman Riquelme, dan Neymar yang dapat menari dengan begitu hebatnya di atas lapangan. Imajinasi dan intuisi yang mereka miliki merupakan salah satu karya agung yang dititipkan Tuhan.

Jika dibandingkan dengan para penari hebat di atas lapangan tersebut, Alessandro Del Piero tentu saja merupakan seorang penari yang buruk. Dengan baju kedodoran, sepatu bola yang didominasi warna hitam, dan cara menggiring yang tidak bisa dikatakan artistik, Del Piero gemar membawa bola terlalu lama untuk memamerkan tarian buruknya itu. Triknya kadang terlalu mudah dibaca oleh pemain lawan, membuatnya jatuh tersungkur saat bola berhasil direbut oleh lawan.

Larinya pun tidak cepat. Usain Bolt, manusia tercepat di dunia, tak perlu mengeluarkan setengah kemampuannya untuk menang lomba lari seratus meter melawan Del Piero. Meski demikian, jika dibandingkan dengan Maradona, Ronaldiho, maupun Zidane, Del Piero adalah salah satu orang yang paling sering membuat orang-orang yang berada di sekelilingnya, baik secara sadar atau tidak, ingin menari bersamanya. Bagaimanapun tarian Del Piero cukup mudah untuk ditirukan atau diikuti.

Ada sebuah gerakan khas yang sering diperagakan Del Piero di atas lapangan. Mantan kapten Juventus tersebut sering membawa bola dari sisi kiri lapangan untuk kemudian melakukan cutting-inside ke arah kotak penalti lawan. Saat pemain belakang lawan mencoba menghadangnya, Del Piero, biasanya dengan kaki kanan bagian luar, akan menjauhkan bola untuk mencari sudut tembak. Pemain-pemain belakang lawan sering menyadari pergerakan tersebut untuk kemudian menutup ruang tembaknya, tetapi Del Piero, kali ini dengan kaki kanan bagian dalam, sekali lagi akan membelokkan bola untuk menjauhi lawan. Lalu, yang terjadi selanjutnya adalah sebuah tarian bodoh yang dilakukan oleh pemain belakang lawan. Mereka akan membalikkan badan, mengira Del Piero akan melakukan tembakan dengan kaki kirinya. Dan saat hal tersebut terjadi, Del Piero sekali lagi akan membelokkan bola dengan kaki kanan bagian luarnya. Kemudian, ketika mereka sadar telah dibodohi, Del Piero sudah melakukan tembakan melengkung ke arah tiang jauh. Bola masuk ke gawang, pemain-pemain belakang lawan tanpa sadar melakukan tarian bodoh, dan penggemar Juventus menari kegirangan dari atas tribun lapangan.

"Dia (Del Piero) adalah seorang jenius sebenarnya," begitu pujian dari Frankie Dettori, salah satu jockey terbaik di dunia asal Italia. 

Ia bukan seorang penari yang bagus, tapi orang-orang tetap mau menari bersamanya

"Dia (Del Piero) adalah seorang jenius sebenarnya."

- Frankie Dettori

Selama 19 tahun, dalam 704 pertandingan, dan dalam waktu 48.785 menit bersama Juventus, Del Piero sepertinya tak pernah bosan membuat banyak orang untuk menari bersamanya. Dia mungkin seorang penari yang buruk, tetapi ketika tarian buruknya mampu menginspirasi banyak orang untuk ikut menari, dirinya tentu saja layak mendapatkan aplaus panjang layaknya seorang pesulap yang baru saja mengeluarkan kelinci dari dalam topi ajaibnya.

Lalu, ketika Del Piero terpaksa harus angkat kaki dari tempatnya biasa memamerkan tariannya, para penggemarnya tahu betul bagaimana caranya untuk bereaksi.  

Sang lelaki sejati

Di seluruh dunia, Juventus adalah Del Piero. Ketika Anda menyebut namanya (Del Piero) itu akan berarti bahwa Anda juga menyebut nama Juventus

- Marcelo Lippi

"Di seluruh dunia, Juventus adalah Del Piero. Ketika Anda menyebut namanya (Del Piero) itu akan berarti bahwa Anda juga menyebut nama Juventus," kata Marcello Lippi, salah satu mentor terbaik Del Piero, setelah mengetahui bahwa Juventus tidak akan memperpanjang kontrak Del Piero.

Apa yang dikatakan Lippi tersebut memang cukup beralasan. Tanpa Del Piero, Juventus mungkin tidak akan seperti sekarang ini. Del Piero berhasil membawa Juventus untuk meraih segalanya, dari gelar Serie A Italia hingga Liga Champions Eropa, membuat mereka terkenal dari belahan bumi sebelah utara hingga belahan bumi bagian selatan. Seragam Juventus bernomor punggung 10, yang kadang juga terlihat kedodoran, tak jarang dikenakan anak-anak kecil saat bermain di jalanan. Penggemar Juventus tak pernah bosan meneriakkan nama Del Piero, layaknya komentator-kementator Serie A Italia, ketika sang idola mencetak gol. Padahal, Del Piero mencetak 289 gol sepanjang kariernya bersama Juventus, melebihi raihan gol Giampiero Boniperti, bintang Juventus sebelumnya. Selain itu, meski Del Piero sudah memainkan 704 empat pertandingan bersama Juventus, jauh melebihi penampilan Gaetano Scirea, salah satu libero terbaik yang pernah dimiliki Italia, setiap akhir pekan para penggemar Juventus juga selalu merindukan penampilannya.

Selain berhasil membuat Juventus merajai Italia, Del Piero juga tak buang badan ketika salah satu klub terbesar Italia tersebut berada di dalam titik terendah kehidupannya. Skandal Calciopoli pernah mengakibatkan Juventus harus terdegradasi ke Serie B Italia. Saat sebagian besar pemain bintang Juventus kemudian memilih angkat kaki, Del Piero memastikan bahwa ban kapten Juventus akan tetap melingkar di lengan kanannya. Dia tak peduli jika itu harus dilakukannya di Serie B Italia.

"Seorang laki-laki sejati tidak akan pernah meninggalkan wanitanya," kata Del Piero pada waktu itu. Dengan pendekatan seperti itu, tak heran jika seluruh penggemar Juventus merasa kehilangan ketika Del Piero dipaksa untuk meninggalkan Juventus.

Dalam pertandingan terakhirnya di Serie A, pada sebuah malam yang dingin di bulan Mei 2012, suasana menjadi begitu emosional. Semua penonton berdiri memberikan penghormatan ketika Del Piero ditarik keluar pada menit ke-57. Saat Del Piero kemudian belari keliling Juventus Stadium untuk mengucapkan perpisahan, jalannya sisa pertandingan tak lagi penting. Spanduk-spanduk yang melegendakan namanya terbentang lebar, tak sedikit para fans yang menangis karena kehilangan, dan aplaus panjang terus menggema dari setiap tribun. Del Piero berusaha untuk tetap tegar. Bahkan, saat para penggemarnya bertanya-tanya di dalam hatinya, "baik sebagai manusia maupun hantu, apakah kau akan kembali ke sini lagi?" Del Piero berlagak membetulkan tali sepatunya untuk menutupi tetesan air matanya.

Rasa kehilangan tidak hanya dirasakan oleh para penggemar Juventus. James Horncastle, salah satu penulis ternama sepakbola Italia, yang mulai mencintai sepakbola Italia karena gol Del Piero ke gawang Fiorentina pada tahun 1994, juga merasakan hal serupa. Dia akan selalu ingat gol yang tak kalah ajaib dari ilmu sihir yang sering dikeluarkan oleh para penyihir terbaik Hogwarts (sekolah sihir dalam novel Harry Potter) itu, di mana Del Piero mencetak gol first time dengan kaki kanan bagian luarnya. Sebuah gol yang kemudian membuat Juventus memenangkan pertandingan, meski sempat tertinggal dua gol terlebih dahulu. James Horncastle kemudian menulis Saying Goodbye to Del Piero, sebuah tulisan yang indah dan menyentuh, sebagai kado perpisahan untuk idola masa kecilnya.

Jika Spiderman merupakan pahlawan bagi masyarakat kota New York, Batman merupakan idola bagi masyarakat Gotham, Del Piero adalah segalanya bagi para penggemar Juventus. Namun, berbeda dari Batman yang pernah diburu polisi seantero Gotham dan Spiderman yang sempat dicampakkan para New Yorker, Del Piero akan selalu dicintai oleh penggemar Juventus -- apa pun kondisinya. Bahkan, mereka tidak akan pernah merasa cukup meski sudah mencintai Del Piero selama-lamanya. 

Sejarah The Dream Team Ac Milan

SEJARAH THE DREAM TEAM AC MILAN

KEDATANGAN BERLUSCONI

Setelah serentetan masalah menerpa Milan, dan membuat klub kehilangan suksesnya, AC Milan dibeli oleh enterpreneur Italia, Silvio Berlusconi. Berlusconi adalah sinar harapan Milan kala itu. Berlusconi datang pada 1986. Silvio Berlusconi ‘tak perlu berpikir panjang untuk membeli AC Milan pada 1986. Dia ambisius, dia memiliki banyak uang, dan dia gila sepak bola. Dia kemudian meretas jalan untuk mengantar Milan menuju tangga kesuksesan di seri A Liga Italia dan di Piala Champions Eropa. Jalan yang akhirnya melahirkan julukan The Dream Team bagi Milan.

THE DREAM TEAM I (Gli Immortali / The Immortals : Yang Abadi)

The Dream Team I dijuluki Gli Immoratali atau The Immortals karena pemain-pemain Milan pada era Dream Team I itu (era Arrigo Sacchi) dianggap tidak tergantikan. Mereka akan selalu hidup dalam benak para Milanisti. Mereka abadi.

The Dream Team I ditandai dengan datangnya Arigo Sachi. Sacchi memenangkan Serie A musim 1987-1988. Di 1988-1989, Milan memenangkan gelar Liga Champions ketiganya, mempecundangi Steaua Bucureşti 4-0 di final, dan gelar Piala Interkontinental kedua mengalahkanNational de Medellin (1-0, gol tercipta di babak perpanjangan waktu). Tim mulai mengulangi kejayaan mereka di musim-musim berikutnya, mengalahkan S.L. Benfica, dan Olimpia Asunción di 1990. 

Langkah awal, Berlusconi mencoba membangun skuad solid di tubuh Milan. Pelatih Arigo Sachi direkrut untuk meracik strategi tim; duo Belanda didatangkan: Marco Van Basten dari Ajax Amsterdam dan Ruud Gullit dari PSV Eindhoven. Duo Belanda tersebut kemudian dipadukan oleh Sachi dengan pemain-pemain lokal Italia: Giovani Galli, Franco Baresi, Mauro Tasotti, Alesandro Costacurta, Paolo Maldini, Angelo Colombo, Carlo Anceloti, Alberigo Evani, dan Roberto Donadoni.

Hasilnya, tanpa menunggu lama, Milan meraih gelar Seri A setahun berikutnya, yaitu pada musim 1987-1988. Milan meraih posisi puncak dengan meraih poin tertinggi 45, selisih tiga poin di atas peringkat dua, Napoli.

Musim berikutnya, 1988-1989, Milan tidak mampu mempertahankan gelar seri A-nya meskipun mendapat tambahan satu lagi pemain baru asal Belanda, Frank Rijkard, yang direkrut dari Real Zaragosa. Milan hanya mampu menduduki peringkat tiga dengan poin 46, selisih 12 poin di bawah sang juara, Inter Milan, yang diperkuat trio Jerman: Lothar Matheus, Juergen Klinsman, dan Andreas Brehme. Namun, di Piala Champions, Milan berhasil tampil maksimal sebagai juara dengan menghancurkan Steaua Bucharest yang diperkuat George Hagi, 4-0 tanpa balas. Gol dicetak oleh Gullit dan Van Basten, masing-masing dua gol.

Gelar Piala Champions kembali dipertahankan Milan di musim berikutnya, 1989-1990, setelah mengalahkan Benfica di partai final melalui gol tunggal Rijkard. Gelar Piala Super Eropa dan Piala Toyota juga berhasil diraih dengan mengalahkan Barcelona 2-1 agregat dan Atletico Nacional 1-0. Namun, di Seri A, Milan kembali gagal menjadi juara setelah hanya menduduki peringkat dua dengan poin 49, selisih dua poin di bawah sang juara, Napoli, yang diperkuat Diego Armando Maradona dan Ciro Ferrara.

Musim 1990-1991, Milan kembali gagal menjuarai seri A setelah lagi-lagi berada di peringkat dua dengan poin 46, selisih lima poin di bawah Sampdoria. 

Begitu juga dengan Piala Champions, Milan gagal mempertahankannya setelah kalah dari Marseile di perempat final dengan skor 1-4 agregat. 

Namun, Milan berhasil mempertahankan Piala Super Eropa dan Piala Toyota setelah mengalahkan Sampdoria 3-1 agregat dan Olimpia 3-0. Di musim ini juga, Milan menjual dua pemain emasnya, yaitu Angelo Colombo ke Bari dan kiper Giovani Galli ke Napoli. Untuk mengganti kiper, Milan merekrut Sebastiano Rossi dari Cessena. Musim ini menjadi akhir kejayaan bagi The Dream Team I.

Skuad Inti The Dream Team I, pelatih: Arigo Sachi; kiper: Giovani Galli; bek: Franco Baresi, Alesandro Costacurta, Mauro Tasotti, Paolo Maldini; gelandang: Frank Rijkard, Angelo Colombo/Alberigo Evani, Roberto Donadoni, Carlo Ancelotti; striker: Marco Van Basten, Ruud Gullit.

Prestasi: juara Seri A 1987-1988, Piala Super Italia 1988, Piala Champions 1989 dan 1990, Piala Super Eropa 1990 dan 1991, Piala Toyota 1990 dan 1991.

Skuad The Dream Team I mampu membawa Italia ke Semi Final Piala Dunia 1990 di Italia. Mereka terhenti setelah kalah adu penalti dari Argentina yang merupakan juara bertahan.

THE DREAM TEAM II (GLI INVINCIBILI atau THE INVINCIBLES : Yang Tak Terkalahkan)

The Dream Team II dijuluki GLI INVINCIBILI atau THE INVINCIBLES Karena pemain2 Milan pada era Dream Team II itu (era Fabio Capello) berhasil merebut scudetto tanpa pernah mengalami kekalahan satu kali pun. Dan menciptakan rekor Italia dengan 56 giornata tidak terkalahkan.

Saat Sacchi meninggalkan Milan untuk melatih Italia, Fabio Capello dijadikan pelatih Milan selanjutnya, dan Milan meraih masa keemasannya sebagai Gli Invicibli (The Invicibles) dan Dream Team. Dengan 58 pertandingan tanpa satu pun kekalahan Invicibli membuat tim impian di semua sektor seperti Baresi, Costacurta, dan Maldini memimpin pertahanan terbaik, Marcel Desailly, Donadoni, dan Ancelotti di gelandang, dan Dejan Savićević, Zvonimir Boban, dan Daniele Massaro bermain di sektor depan. Pada saat dilatih Capello ini, Milan pernah singgah ke Indonesia dalam rangka tur musiman dan melawan klub lokal Persib Bandung. Pertandingan yang dimulai di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada tanggal 4 Juni 1994 itu dimenangkan Milan dengan skor telak 8-0. Gol kemenangan Milan dicetak oleh Dejan Savićević ('17)('18), Gianluigi Lentini('26), Paolo Baldieri ('27)('48)('58), Christian Antigori ('68), dan Stefano Desideri ('78).

Musim 1991-1992, Milan mengalami masa transisi. Pelatih Sachi keluar karena berseteru dengan Van Basten; posisinya kemudian digantikan oleh Fabio Capello. Di musim ini juga turut bergabung gelandang muda berbakat, Demitrio Albertini, yang direkrut dari Padova. Hasilnya luar biasa, Milan kembali menjuarai seri A dengan poin 56, selisih delapan poin di atas peringkat dua, Juventus, yang diperkuat oleh Roberto Baggio.

Kesuksesan berlanjut ke musim 1992-1993. Milan kembali memuncaki seri A dengan meraih poin 50, selisih empat poin di atas peringkat dua, Inter Milan. Namun sayang, kesuksesan tersebut tidak berlanjut ke Piala Champions setelah Milan dikalahkan Marseille 0-1 di partai final, partai yang juga membuat Van Basten mendapatkan cedera parah di bagian engkelnya yang kemudian membuatnya pensiun selamanya dari sepak bola. Di musim ini, Milan juga banyak merekrut pemain baru: Jean Piere Papin dari Marseile, Zvonimir Boban dari Bari, Dejan Savisevic dari Red Star Belgrade, Stefano Eranio dari Genoa, dan Gianluigi Lentini dari Torino.

Musim selanjutnya, 1993-1994, Milan kembali berbenah menyusul hengkangnya duo Belanda: Gullit ke Sampdoria dan Rijkard ke Ajax Amsterdam, plus cedera parah yang diderita Van Basten dan pensiunnya Carlo Ancelotti, serta semakin tuanya umur beberapa pemain: Mauro Tasotti dan Roberto Donadoni. Pemain-pemain baru pun direkrut: Marcel Desaily dari Marseille, Brian Laudrup dari Fiorentina, Cristian Panucci dari Genoa, dan Florin Radocioui dari Brescia.

Hasilnya mantap, Milan meraih sukses ganda: menjuarai Seri A dan Piala Champions. Di Seri A, Milan memuncaki klasemen dengan poin 50, selisih tiga poin di atas peringkat dua, Juventus. Di Piala Champions, Milan menghancurkan Barcelona yang diperkuat Romario dan Ronald Koeman, serta dilatih Johan Cruyf, 4-0 tanpa balas. Dua gol dicetak Massaro, dua gol lainnya dicetak oleh Savicevic dan Desaily. Di musim ini, Milan juga tampil di Piala Toyota menggantikan Marseille yang dihukum karena kasus suap, namun Milan kalah dari Sao Paolo 2-3.

Musim 1994-1995, Milan gagal mempertahankan kesuksesannya. Gelar Seri A direbut Juventus yang diperkuat Fabrizio Ravanelli, Gianluca Vialli, Didier Deschamps, dan pemain muda Alesandro Del piero. Di Piala Champions, Milan dikalahkan Ajax Amsterdam di partai final 0-1 melalui gol tunggal Patrick Kluivert. Di Piala Toyota, Milan juga kalah 0-2 dari Vales Sarsfield yang diperkuat kiper tangguh Jose Luis Chilavert. Gelar Piala Super Eropa menjadi gelar satu-satunya setelah Milan mengalahkan Arsenal 4-1 agregat. Musim ini menjadi akhir kejayaan dari The Dream Team II.

Skuad inti The Dream Team II, pelatih: Fabio Capello; kiper: Sebastiano Rossi; bek: Franco Baresi, Alesandro Costacurta, Mauro Tasotti/Cristian Panucci, Paolo Maldini; gelandang:Marcel Desaily, Demitrio Albertini, Zvonimir Boban, Roberto Donadoni/Stefano Eranio;penyerang: Danielle Massaro/Marco Simone, Dejan Savicevic.

Prestasi: Juara Seri A 1991-1992, 1992-1993, dan 1993-1994; juara Piala Italia 1992, 1993, dan 1994; juara Piala Champions 1994; Runner Up Piala Champions 1993 dan 1995; juara Piala Super Eropa 1995; Runner Up Piala Toyota 1994 dan 1995.

Skuad The Dream Team II mampu mengantarkan Italia ke final Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Sayang mereka kalah -lagi-lagi lewat adu penalti- dari Brazil yang diperkuat Romario dan Bebeto.

MASA SULIT ERA Tabarez ke Terim1996-1997

Setelah kepergian Fabio Capello pada tahun 1996, Milan merekrut Oscar Washington Tabarez tetapi perjuangan keras di bawah kendalinya kurang berhasil dan mereka selalu kalah dalam beberapa pertandingan awal. 

Dalam upaya untuk mendapatkan kembali kejayaan masa lalu, mereka memanggil kembali Arrigo Sacchi untuk menggantikan Tabarez. 

Milan mendapatkan tamparan keras kekalahan terburuk mereka di Seri A, dipermalukan oleh Juventus F.C. di rumah mereka sendiri San Siro dengan skor 1-4. 

Milan membeli sejumlah pemain baru seperti Ibrahim Ba, Christophe Dugarry dan Edgar Davids. Milan berjuang keras dan mengakhiri musim 1996-1997 di peringkat kesebelas di Seri A 1997-1998

Sacchi digantikan dengan Capello di musim berikutnya. Capello yang menandatangani kontrak baru dengan Milan merekrut banyak pemain potensial seperti Kristen Ziege, Patrick Kluivert, Jesper Blomqvist, dan Leonardo; tetapi hasilnya sama buruk dengan musim sebelumnya. 

Musim 1997-1998 mereka berakhir di peringkat kesepuluh. Hasil ini tetap tidak bisa diterima para petinggi Milan, dan seperti Sacchi, Capello dipecat.

Dalam pencarian mereka untuk seorang manajer baru, Alberto Zaccheroni menarik perhatian Milan. 

Zaccheroni adalah manajer Udinese yang telah mengakhiri musim 1997-1998 pada peringkat yang tinggi di tempat ke-3. 

Milan mengontrak Zaccheroni bersama dengan dua orang pemain dari Udinese, Oliver Bierhoff dan Thomas Helveg. 

Milan juga menandatangani Roberto Ayala, Luigi Sala dan Andres Guglielminpietro dan dengan formasi kesukaan Zaccheroni 3-4-3. 

Zaccheroni membawa klub memenangkan scudetto ke-16 kembali ke Milan. Starting XI adalah: Christian Abbiati; Luigi Sala, Alessandro Costacurta, Paolo Maldini; Thomas Helveg, Demetrio Albertini, Massimo Ambrosini, Andres Guglielminpietro; Zvonimir Boban, George Weah, Oliver Bierhoff.

Meskipun sukses di musim sebelumnya, Zaccheroni gagal untuk mentransformasikan Milan seperti The Dream Team dulu. Pada musim berikutnya, meskipun munculnya striker Ukraina Andriy Shevchenko, Milan mengecewakan fans mereka baik dalam Liga Champions UEFA 1999-2000 ataupun di Seri A. 

Milan keluar dari Liga Champions lebih awal, hanya memenangkan satu dari enam pertandingan (3 seri dan 2 kalah) dan mengakhiri musim 1999-2000 di tempat ke-3. 

Milan tidaklah menjadi sebuah tantangan bagi dua pesaing scudetto kala itu, S.S. Lazio dan Juventus.

Pada musim berikutnya, Milan memenuhi syarat untuk Liga Champions UEFA 2000-2001 setelah mengalahkan Dinamo Zagreb agregat 9-1. 

Milan memulai Liga Champions dengan semangat tinggi, mengalahkan Beşiktaş JK dari Turki dan raksasa Spanyol FC Barcelona, yang pada waktu itu terdiri dari superstar internasional kelas dunia, Rivaldo dan Patrick Kluivert. 

Tapi performa Milan mulai menurun secara serius, seri melawan sejumlah tim (yang dipandang sebagai kecil/lemah secara teknis untuk Milan), terutama kalah 2-1 oleh Juventus di Seri A dan 1-0 oleh Leeds United. 

Dalam Liga Champions putaran kedua, Milan hanya menang sekali dan seri 4 kali. Mereka gagal untuk mengalahkan Deportivo de La Coruña dari Spanyol di pertandingan terakhir dan Zaccheroni dipecat. 

Cesare Maldini, ayah dari kapten tim Paolo Maldini, diangkat dan hal segera menjadi lebih baik. 

Debut kepelatihan resmi Maldini di Milan dimulai dengan menang 6-0 atas A.S. Bari, yang masih memiliki senjata muda, Antonio Cassano. 

Itu juga di bawah kepemimpinan Maldini bahwa Milan mengalahkan saingan berat sekota Internazionale dengan skor luar biasa 6-0, skor yang tidak pernah diulang dan di mana Serginho membintangi pertandingan. 

Namun, setelah bentuk puncak ini, Milan mulai kehilangan lagi termasuk kekalahan 1-0 yang mengecewakan untuk Vicenza Calcio, dengan satu-satunya gol dalam pertandingan dicetak oleh seorang Luca Toni. 

Terlepas dari hasil ini, dewan direksi Milan bersikukuh bahwa Milan mencapai tempat keempat di liga di akhir musim, tapi Maldini gagal dan tim berakhir di tempat keenam.

Milan memulai musim 2000-2001 dengan lebih banyak penandatanganan kontrak pemain bintang termasuk Javi Moreno dan Cosmin Contra yang membawa Deportivo Alavés ke putaran final Piala UEFA. 

Mereka juga menandatangani Kakha Kaladze (dari Dynamo Kyiv), Rui Costa (dari AC Fiorentina), Filippo Inzaghi (dari Juventus), Martin Laursen (dari Hellas Verona), Jon Dahl Tomasson (dari Feyenoord), Ümit Davala(dari Galatasaray) dan Andrea Pirlo (dari Inter Milan). 

Fatih Terim diangkat sebagai manajer, menggantikan Cesare Maldini, dan cukup sukses. Namun, setelah lima bulan di klub, Milan tidak berada di lima besar liga dan Terim dipecat karena gagal memenuhi harapan direksi.

THE DREAM TEAM III (I MERAVIGLIOSI atau THE AMAZING : Yang Mengagumkan)

The Dream Team III dijuluki I MERAVIGLIOSI atau THE AMAZING karena Karena pemain2 Milan pada era Dream Team III itu (era Carlo Ancelotti) berhasil menampilkan permainan yang memikat di lapangan. Gaya permainan yang belum pernah disaksikan sebelumnya. Menyerang ala Brazil, bertahan ala Italia. Permainan yang mengagumkan.

Musim berikutnya, 2002-2003, pemain-pemain baru kembali didatangkan: Clarence Seedorf dan Andrea Pirlo dari Inter Milan, Filippo Inzhagi dari Juventus, Serginho dari Cruzeiro Brazil, Fernando Redondo dari Real Madrid, dan Rivaldo dari Barcelona. Pelatih baru juga direkrut untuk mengolah strategi tim, yaitu Carlo Ancelotti, mantan pemain Milan era The Dream Team I.

Hasilnya, Milan berhasil merebut juara Coppa Italia dengan mengalahkan AS Roma 6-3 agregat dan merebut Piala Champions dengan mengalahkan Juventus lewat drama adu pinalti 3-2 (0-0).

Musim 2003-2004, Milan mendatangkan pemain muda asal Sao Paolo Brazil, Ricardo Kaka. Hasilnya, Milan menjuarai Seri A dan menggeser dominasi Juventus. Milan memuncaki klasemen dengan poin 72, selisih 6 poin di bawah peringkat dua, AS Roma. Milan juga meraih gelar Piala Super Eropa dengan mengalahkan FC Porto 1-0. Namun sayang, Milan gagal meraih Piala Toyota setelah dikalahkan Boca Juniors lewat adu pinalti. Begitu pula di Piala Champions, geliat Milan hanya sampai perempat final setelah dikalahkan Deportivo La Coruna, 4-5 agregat.

Musim 2004-2005, Milan mendatangkan Hernan Crespo dari Chelsea. Namun, Milan tetap gagal berprestasi di seri A. Di Piala Champions, Milan sebenarnya berpeluang besar menjadi juara, namun akhirnya gagal secara dramatis setelah dikalahkan Liverpoll lewat adu pinalti 3-1, padahal di babak normal, Milan sudah unggul terlebih dahulu 3-0, namun dapat disamakan 3-3.

Musim 2005-2006, formasi Milan tidak banyak berubah, hanya tambahan pemain muda Alberto Gilardino di sektor depan. Hasilnya juga tidak jauh beda, Milan gagal menjuarai Seri A dan di Piala Champions, prestasi Milan terhenti di semi final setelah dikalahkan Barcelona 1-0 agregat. Namun, di musim ini, pemain-pemain Milan memberikan kontribusi bagi Italia untuk meraih gelar Piala Dunia 2006 dengan mengalahkan Prancis lewat adu pinalti 5-4. Di musim ini juga, Milan menjual bintangnya Andriy Shevchenko ke Chelsea.

Musim 2006-2007, Milan memulai Seri A dengan poin minus delapan setelah terlibat kasus Calciopoli. Hasilnya, di akhir musim, Milan ‘tak mampu menjuarai seri A. Di Liga Champions, Milan memulai dari babak kualifikasi II, tapi Milan mampu menjuarai ajang ini setelah menghempaskan para wakil Inggris, Manchester United di Semi Final dengan 5-3 agregat dan Liverpoll di partai final dengan 2-1, sekaligus sebagai partai balas dendam atas kekalahan menyakitkan di final Piala Champions 2005.

Musim berikutnya, Milan memulai musim dengan menjuarai Piala Super Eropa dengan mengalahkan Sevilla 3-1. Kesuksesan berlanjut setelah Milan menjuarai Piala Toyota dengan mengalahkan Boca Juniors 4-2. Namun, gelar Piala Champions tidak mampu dipertahankan setelah Milan tertahan di Perdelapan Final oleh Arsenal dengan 0-2 agregat. Di Seri A, Milan juga tidak mampu menggeser dominasi Inter Milan. Musim ini menjadi akhir kejayaanThe Dream Team III.

Skuad The Dream Team III,kiper: Nelson Dida, cristian Abiatti; bek: Paolo Maldini, Alesandro Nesta, Kakaber Kaladze/Marek Jankulovski, Serginho/Massimo Oddo; gelandang:Andrea Pirlo/Fernando Redondo, Gennaro Gattuso/Massimo Ambrossini, Rui Costa/Ricardo Kaka, Clarence Seedorf/Rivaldo; striker: Filipho Inzaghi/Alberto Gilardino, Andriy Shevchenko.

Prestasi: juara Seri A 2003-2004, juara Coppa Italia 2004, juara Liga Champions 2003 dan 2007 dan runner up 2005, juara Piala Super Eropa 2003 dan 2007, juara Piala Toyota 2008 dan runner up 2004.

Skuad The Dream Team III mampu membawa italia menjadi juara Piala Dunia 2006 dengan mengalahkan Prancis melalui adu pinalti 5-4.

Kini, Milan kembali ingin membangun The Dream Team baru. Bermaterikan pemain-pemain muda dipadukan dengan pemain-pemain berkualitas dan berpengalaman. Berikut skuadnya:

Pelatih: Massimiliano Algeri; kiper: Cristian Abiatti, Marco Amelia, Flavio Roma; bek: Alesandro Nesta, De Sciglio, Tiago Silva, Mark Yepes, Gianluca Zambrotta, Ignazio Abate, Philippe Mexes, Taye Taiwo, Luca Antonini, Daniele Bonera; gelandang: Mattia Valoti, Mark Van Bommel, Massimo Ambrossini, Kevin Prince Boateng, Gennaro Gattuso, Matheo Flamini, Clarence Seedorf, Antonio Nocerino, Alberto Aquilani, Urby Emanuelson; striker: Alexander Pato, Robinho, Zlatan Ibrahimovic, Antonio Cassano, Filippo Inzhagi, Stephan El Shaarawy.

Prestasi: Juara Liga Italia Seri A 2010-2011 dan juara Piala Super Italia 2011

Jumat, 09 September 2016

Ronaldinho resmi gantung sepatu

​Ronaldinho, pemain nyentrik dengan skill tinggi dan murah senyum ini akhirnya mengakhiri karirnya di dunia sepak bola. Pemain yang akrab disapa Ronnie ini memutuskan untuk gantung sepatu, total ia sudah bermain sebanyak 820 pertandingan resmi dengan catatan 312 gol dan 185 assist. Ronaldinho sepanjang karirnya sukses meraih 4 gelar bergengsi yaitu Piala Dunia, UCL, dan La Liga (2), serta 1 gelar individu Ballon d'Or. 

Ronaldo Assis de Moreira (lahir di Porto Alegre, Brasil, 21 Maret 1981 umur 36 tahun) atau lebih dikenal dengan Ronaldinho adalah pemain sepak bola berkebangsaan Brasil yang bermain untuk Atletico Mineiro dan timnas Brasil Ia bisa bermain sebagai gelandang serang, second striker, dan penyerang.  Terkenal karena skill luar biasa, trik, dribbling, tendangan overhead, blind passing dan tendangan bebas, Ronaldinho secara luas dianggap sebagai salah satu pemain terbaik dari generasinya.

Ronaldinho pernah bermain untuk Gremio, Paris Saint - Germain, Barcelona, AC Milan dan Flamengo sebelum bergabung dengan Atletico Mineiro pada bulan Januari 2011. Saat di Barcelona, Ia berhasil meraih gelar Liga Champions UEFA dan gelar Ballon d'or tahun 2005.

Ronaldinho dua kali mendapatkan gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA yaitu pada tahun 2004 dan 2005 Ia pernah menjadi pemain dengan penghasilan tertinggi, melampaui David Beckham dari LA Galaxy.

"Ronaldinho" adalah nama panggilan dan panggilan sayang dari nama depannya "Ronaldo." Sebelum bermain di Eropa, orang-orang Brasil memanggilnya "Ronaldo Gaúcho", untuk membedakannya dengan Ronaldo rekannya di timnas Brasil. Setelah Ronaldo hijrah ke Eropa, ia tidak lagi menggunakan nama "Gaúcho" namun memilih nama Ronaldinho yang lebih dikenal hingga kini.

Ronaldo memiliki kewarganegaraan ganda Brasil dan Spanyol. Ia mendapat pasport Spanyol pada bulan Januari 2007.

Bagi fans Barca Ronaldinho adalah legenda yang memberi warna dalam keindahan sepak bola ala Barca. Ronnie juga berjasa sebagai mentor yang baik bagi bintang Barca saat ini Messi.

​​Bagi fans rival (Madrid) Ronaldinho juga merupakan sosok yang spesial sehingga applaus diberikan untuknya di Bernabeu menyambut gol Ronnie ke gawang Casilas waktu itu. 

​​Bagi Messi, suatu kebanggaan bisa bermain bersama Ronaldinho, ia belajar banyak dari pemain Brasil kala itu Decco, Sylvinho, Motta khususnya Ronaldinho. Ronaldinho adalah panutan bagi tim. 

​​Sementara bagi Ronaldinho siapa pemain terbaik saat ini, Messi! Always Messi!

Thanks Ronaldinho!

Jumat, 02 September 2016

Transfer termahal musim panas 2016

Paul Pogba di Inggris, Gonzalo Higuain di Italia, Andre Gomez di Spanyol. Berikut 15 pesepakbola dengan harga tertinggi di bursa transfer musim panas 2016. 

Pogba tentu saja berada di posisi teratas daftar pemain termahal di bursa transfer musim panas ini. Gelandang 23 tahun asal Prancis itu bahkan memecahkan rekor transfer termahal dunia setelah Manchester United membelinya seharga 89,2 juta poundsterling dari Juventus.

Di Italia transfer besar juga dilakukan Juventus saat mengangkut Higuain dari Napoli. Sementara Barcelona memperkuat skuatnya dengan memboyong Andre Gomez dari Valencia.